News
Rangkaian Sakral Karya Mepepada Wawalungan dan Tawur Labuh Gentoh Segara Kertih di Pura Agung Kentel Gumi
Rabu, 06 November 2024
Upacara du pura kentel Gumi klungkung
Klungkung, – Upacara agung yang dihelat di Pura Agung Kentel Gumi, Banjarangkan, Klungkung, menjadi pusat perhatian umat Hindu dan masyarakat adat. Rabu (6/11/2024), prosesi suci Karya Mepepada Wawalungan Tawur Labuh Gentoh Segara Kertih berlangsung khusyuk, Ngakan Gede Putu Bawa, Bandesa setempat saat ditemui Newsyess menjelaskan, bahwa Upacara ini bertujuan untuk menyucikan dan memohon perlindungan serta kesejahteraan bagi semesta dan seluruh makhluk hidup.
Makna Sakral Karya dan Rangkaian Prosesi
Ngakan Gede Putu Bawa menjelaskan bahwa upacara ini merupakan bentuk persembahan dan penyucian berbagai elemen kehidupan, termasuk binatang yang menjadi bagian dari rangkaian caru. “Makna dari upacara ini adalah untuk menyucikan beburon atau binatang yang akan digunakan. Proses penyucian dilakukan agar persembahan tersebut layak dan sesuai dengan keperuntukan upacara caru yang diselenggarakan,” ujarnya.
Dalam prosesi mepepada wawalungan, sejumlah hewan seperti kerbau, sapi, kambing, dan unggas turut disucikan sebelum dikorbankan sebagai simbol harmonisasi alam. Prosesi ini mengandung makna mendalam, yakni pengorbanan suci sebagai bentuk penghormatan kepada dewa-dewa penjaga alam semesta.
Partisipasi dan Antusiasme Umat
Upacara kali ini melibatkan ratusan kerama (warga adat) dari enam desa adat, termasuk Desa Adat Usan, Gerebuda, Semadung, Kuri Pentengah, Banjarangkan, dan Bakas. Selain itu, 25 desa adat pengayom dan pengemong turut ambil bagian, menunjukkan kebersamaan dalam menjaga tradisi suci ini. “Jumlah kerama yang terlibat sangat besar, dengan dukungan lintas desa dan umat dari berbagai wilayah. Ini membuktikan kekuatan solidaritas dan keinginan bersama menjaga warisan leluhur,” tambah Ngakan.
Rangkaian acara puncak upacara Tawur Labuh Gentoh Segara Kertih akan dilaksanakan pada 16 November 2024. Sejak persiapan hingga pelaksanaan, prosesi ini melibatkan berbagai ritual penting, termasuk pelaksanaan matur piuning, penyambutan *idem betara*, dan puncaknya, tedun betara yang dimulai pada sore hari.
Prosesi Menuju Keseimbangan Alam
Pada hari-hari menjelang puncak acara, berbagai ritual pelengkap seperti melasti dan caru dilaksanakan. Ritual melasti dilakukan dengan tujuan membersihkan alam semesta dari pengaruh negatif dan memohon berkah agar upacara puncak berjalan lancar. “Ide betara manca tedun (turun) pada sore hari, dilanjutkan dengan persembahyangan dan pemujaan,” jelas Ngakan.
Prosesi ini juga melibatkan persembahan dari Pura Pasar Agung Giritolangkir Bogesakeh, yang turut menyempurnakan kesakralan acara. Karya ini menjadi bagian dari rangkaian upacara yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali, disebut karya manca balik rambu, yang memiliki makna besar bagi keseimbangan spiritual dan kosmis Bali.
Harapan dan Pesan Bagi Umat
Sebagai Bandesa, Ngakan berharap agar upacara ini menjadi momentum untuk mempererat hubungan manusia dengan alam dan dewa-dewa yang melindungi. Ia juga mengajak seluruh umat Hindu di Bali dan Nusantara untuk berpartisipasi dan turut mendoakan kelancaran upacara ini. “Karya ini tidak hanya untuk warga Klungkung, tetapi untuk seluruh umat Hindu. Kami berharap persembahan ini membawa berkah, kedamaian, dan keseimbangan alam,” tegasnya.
Pura Agung Kentel Gumi dikenal sebagai salah satu pusat spiritual dan kebudayaan yang memiliki peran penting dalam menjaga tradisi Bali. Dengan pelaksanaan upacara sakral seperti ini, masyarakat berharap dapat melestarikan nilai-nilai luhur dan menjaga hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan.
Baca juga:
Klungkung">Upacara Mepepada Wawalungan Tawur Labuh Gentuh Segara Kertih di Pura Agung Kentel Gumi Banjarangkan Klungkung
Simbol Kesatuan dan Dedikasi
Karya Tawur Labuh Gentoh Segara Kertih ini juga mencerminkan dedikasi dan kesatuan seluruh lapisan masyarakat adat dan pemangku agama. Semangat gotong-royong terlihat jelas dalam persiapan dan pelaksanaan upacara, menjadi contoh nyata bahwa tradisi dan budaya tetap lestari melalui kebersamaan.
Dengan upacara yang akan berlangsung hingga 25 November 2024, Klungkung menjadi saksi dari perhelatan akbar yang tak hanya menjaga tradisi, tetapi juga memancarkan pesan spiritual yang dalam bagi umat manusia.(TimNewsyess)
Penulis : Tim Klungkungnews
Polling Dimulai per 1 Maret 2024
Polling Dimulai per 1 Maret 2024